Friday, February 8, 2013

Perempuan penghuni delta tepi lautan 3






Mungkin, ini adalah pertemuan yang menjadi pertengahan perjalanan kita masing masing. Saat kita sama sama tertawa karena kita mengenakan baju berwarna sama, atau sama sama salah menyebutkan nama masing masing. Atau, sama sama kesulitan untuk menyapa lebih dahulu,meski itu adalah hal yang paling mudah kulakukan, seharusnya. Seharusnya seperti itu. Seharusnya membicarakan mata kuliah dan angka angka sembari minum kopi hangat bersama, adalah yang yang paling mudah kulakukan, di depanmu, atau di hadapan mereka, dahulu.


Mungkin, ini adalah pertemuan yang merangkai potongan kisah kisah kita yang tak nampak, bahkan orang lain kesulitan mendeskripsikannya. Saat kau kesulitan mengeja namaku, dan aku kesulitan mengikuti caramu bicara, tapi kita sama sama tahu kalau kita sulit mengucap "hai"  satu sama lain semudah kita membicarakan orang yang selalu menjadi batas diantara kita.Padahal ini tidak sulit. Padahal melemparkan bola saju lalu berlari adalah hal yang paling mudah kulakukan padamu, di hadapan mereka, dahulu.


Mungkin, ini adalah pertemuan yang membuat kita sama sama kesulitan bicara, bahkan terkesan mendadak dan tanpa persiapan. Kesulitan, bahkan untuk menegurmu pun aku kesulitan mengucapkan namamu. Aku hanya tertawa, ya, tertawa menutupi kekakuan ruang kosong di antara kita. Laksana aku tak melihatmu dan kau duduk begitu jauh, diam tanpa suara. Dan aku tak bisa membuatmu bersuara. Tentu kau ingat saat mata kita pertama kali bertemu pun, tanpa ada yang merencanakan. Semudah itu, dan mata kita selalu bertemu tanpa perencanaan. Semestinya membuat bibirmu membentuk lengkungan paling manis yang melelehkan kawah dunia adalah hal yang bisa kulakukan untukmu, di hadapan mereka, dahulu.


Mungkin, ini adalah pertemuan yang memalukan yang pernah terjadi di antara kita. Semudah itu, semudah itu wajahmu bersemu merah. Dan aku tak bisa membelamu, menutupi semu merah di pipimu pun aku tak bisa. Aku hanya tertawa, ya, tertawa mempertahankan keadaan hati kita masing masing tetap tersembunyi, dan hanya hening malam dan suara suara butiran salju bersentuhan dengan kaca saat kita berdiri menatap jendela yang sama, yang mengerti, keadaan hari ini. Tak seharusnya seperti itu. Tak seharusnya kau tertunduk dan tak bisa bersuara sama sekali, dan aku kesulitan membelamu, melindungimu dari tertawaan ang tka biasa di hadapan mereka, dahulu.


Anggap aku kalah kali ini, bisa kau sebut seperti itu. Anggap aku tak berani berbicara lebih jauh. Anggap aku terlalu amatir untuk sesuatu yang kau sebut profesional. Anggap aku kesulitan menyusun kalimatku di depanmu. Anggap aku membisu. Anggap anggap anggap. Tapi jangan pernah berpikir aku tak bisa, apalagi untuk membuatmu kalah, suatu hari nanti, perempuan penghuni delta tepi lautanku.



Anggap aku yang mencintaimu, dan kamu, perempuan penghuni delta tepi lautanku, hanya cukup diam dan menunggu. Itu saja.



No comments:

Post a Comment