Friday, March 8, 2013

10 makanan tradisional favorit saya ( Die Liste meiner 10 indonesischen Lieblingsessen )

Beberapa hari yang lalu, penulis menyempatkan diri berkelana di jejaring sosial Facebook dan menemukan satu video yang berhasil bikin kangen indonesia se kangen kangennya.

Ini dia videonya yang berhasil bikin kangen itu





Menurut penulis video ini sangat memprovokasi untuk segera pulang. (Ah, andaikan liburan di percepat). Daripada ngedumel dan ngomel ngomel sendiri, mending saya kasih tahu 10 makanan indonesia favorit saya. Siapa tahu ada yang baca dan berbaik hati mengirimkan makanan di bawah ini secara cuma cuma.



1. Nasi goreng ( gebratener Reis)

     

Nasi goreng, tak terkalahkan rasanya sampai saat ini. Nasi goreng menjadi menu favorit saya dari dulu waktu saya mengenal namanya abang tukang nasi goreng yang berkeliling tiap malam. Dulu harganya Rp 7.000 untuk satu porsi nasi goreng kampung lengkap dengan kerupuk, selada dan telur mata sapi di atasnya. Andai di sekitaran Studentenwohnheim tiap malam ada yang jualan nasi goreng kampung keliling. Hihiihihiihiii



2. Pecel lele ( Lele Fisch mit Chilli Soße )



Apa lagi ini. Perpaduan antara lele goreng dan sambal pedas beraroma jeruk nipis dan mentimun segarnya. dulu harganya Rp 14.000 dan banyak sekali penjualnya. Kalau di hitung hitung, entah berapa  ekor lele yang berakhir di meja makan tiap malam di indonesia. Mungkin indonesia merupakan negara pengkonsumsi cat fish terbanyak di dunia.


3. Soto betawi 

 

Soto betawi bahasa jermannya apa yah ? ngga tahu. Kalau soto betawi yang bikin wah bukan cuma rasanya yang berkuah santan hangat bikin kelaparan, tapi sejarahnya kenapa menyukai makanan ini. Ehem ehem. :D . Andai di Marburg ada yang menyediakan menu soto betawi. 


4. Rendang 



Aih, kalau yang satu ini mah emang rasanya sempurna. Sebagai orang sumatera, makanan ini pas mewakili makanan pedas dan bercita rasa santan ala makanan sumatera. Saya juga kesulitan mencari padanan kata untuk rendang yang pas dialihbahasakan ke bahasa jerman. Hidup rendang !!



5. Pindang meranjat ( Fischsuppe mit Kemangi Blattern und Zitronen)


Pindang meranjat masuk nominasi nomor 5. Rasanya, aih bikin kangen kampung beserta segala isinya. Kalau saya melihat foto sungai di indonesia, yang saya bayangkan adalah ada ikan patin yang bisa di bikin pindang meranjat ala orang Komering. Saya juga punya darah Komering. Saya alihbahasakan sebisa saya. :D


6. Sambal teri ( Fisch mit scharfen Chilli Soße)



Sambal teri tak pernah saya makan sejak 2 tahun lamanya :( . Karena harga teri yang mahal sekali :(. Padahal dulu di rumah seminggu sekali selalu ada sambal teri khusus untuk saya karena selain saya tak ada lagi yang menyukai sambal teri. Ah, teri, saya mencintai dirimu :(



7. Pecel ( Gemüsessalad mit scharfen Nussoße)



Sewaktu saya masih SD, pecel merupakan menu favorit saya. Sambal pecel tak ada gantinya sampai sekarang.



8. Ketupat sayur ( Reis und Gemüse mit leichten Currysoße)



Ketupat sayur, Alhamdulillah. Tuk dimakan, dihari raya...... Lagu ini lagu menjelang hari raya idhul fitri yang masih saya hafal hingga sekarang. begitu juga ketupat sayur hari raya yang rasanya begitu menggoda. Kangen makan ketupat sayur bareng keluarga di indonesia di hari raya. :(



9. Nasi uduk (Uduk Reis)



Siapa sih yang ngga kangen sarapan nasi uduk lengkap dengan telur asin beserta sayur berkuah, kerupuk, ayam goreng, abon sapi dan jus mangga ( ini mah lengkap banget ). Nasi uduk menjadi favorit saya karena rasanya yang pas di lidah. Sejauh ini saya tak pernah bosan makan nasi uduk. 



10. Siomay bandung

 


Siapa anak indonesia yang ngga kenal siomay ? Dan tidak ada anak indonesia yang mengangkat tangannya. Siomay bandung terkenal dan dijual di seluruh pelosok negeri. Rasa tepung ikan dan saus kacang pedas bercampur kecap manis sangat pas di lidah. Andai di Studienkolleg Mittelhessen ada penjual siomay lengkap dengan gerobaknya, saya akan menjadi pelanggan pertamanya.


Semoga ada yang berbaik hati mengirimkan saya semua atau salah satu makanan di atas. Terimakasih :"))




Sunday, March 3, 2013

Suatu sore di tepian Savarus #2






Suatu sore di tepian Savarus yang sama dari dua orang yang berbeda, aku dan kamu duduk di pasir tepian Savarus dan tanpa acuh melemparkan beberapa butir kerikil ke Savarus. Udara hari ini sejuk sekali, sesejuk angin yang menerpaku di pinggiran persawahan Cianjur beberapa tahun yang lalu. Kau masih saja sibuk mengacuhkanku dengan buku buku bersampul hijau, teman istimewa, katamu. Kau masih saja tak bisa berhenti mengalihkan tatapanmu dari deretan huruf huruf yang tersusun dan seakan akan mengejarmu, entah kemanapun pandangan matamu bergerak.


Suatu malam di tepian Savarus yang sama dari orang yang berbeda. Ada bulan dan dua bintang yang tak malu malu menunjukkan dirinya malam itu. Bintang adalah lambang kita yang berjarak sejajar dan membentuk garis lurus dengan bulan, katamu waktu itu. Sinar bulan terlalu terang dan bintang tak pernah terlihat benderang. Bahwa bintang adalah pemeran figuran dalam setiap kisah pencahayaan malam, masih tak bisa kita ubah hingga sekarang. 



Suatu pagi di tepian Savarus yang sama dari dua orang yang berbeda. Kita bersepakat menjejakkan kaki kita ke pasir di tepian sungai. Tampaknya kakiku sudah merindukan bersentuhan dengan pasir dan kakimu merindukan menedang pasir ke tubuhku. Kita bersepakat memerankan lakon dengan pemain yang berlawanan, meski aku tak pernah menyetujuinya. Tanpa sadar kau membuatku menyetujui peran yang kau minta, dan sekarang peran ini akan kumainkan, sebaik baiknya.



Suatu siang di tepian Savarus yang sama dari dua orang yang berbeda. Kau masih tetap saja membisu dan menghentikan semua gerak persendian tubuhmu. Wajahmu seakan membeku, bahkan tak ada gerakan di tepian bibirmu sama sekali. Matamu tak berkedip sama sekali, menatang mataku untuk mengarahkan pandangaku ke tanah. Menunduk. Mengaku kalah padamu. Kau masih saja menggenggam buku untuk kau tunjukkan keenggananmu duduk. Bahwa harus ada salah satu yang kalah dan hanya ada satu yang menang, tak akan menjadi masalah besar andai itu harus ada dan terjadi diantara kita, katamu. 



Suatu hari di suatu tempat yang tak bisa kau temukan cahaya. Adalah dirimu yang berbicara denganku saat itu, membutuhkan cahaya untuk membuatnya sekelilingnya bercahaya, hingga dirimu tak perlu menangis menemani teman teman kecilmu berlarian mencari cahaya. Sementara dirimu mengetahui bahwa itu semua hanya ada dalam sekali waktu di suatu hari pada suatu tempat yang tak bisa kau temukan cahaya di hari itu juga. Aku juga masih belum mengerti di mana aku bisa mencari, atau mungkin bisa kau cari di tempat lain dan aku mencarinya pada suatu hari di tepian Savarus yang sama.


Suatu sore di tepian Savarus yang sama, aku mencarimu menemaniku mencari cahaya, untuk kita.





Giessen, 3 March 2013
Untuk kita.