Sunday, January 13, 2013

Suatu sore di tepian Savarus






Suatu sore di tepian Savarus yang sama dari dua orang yang berbeda, aku dan kamu duduk di pasir tepian Savarus dan tanpa acuh melemparkan beberapa butir kerikil ke Savarus. Udara hari ini dingin sekali, sangat dingin. Angin yang berhembus sungguh bisa membuatku menggigil tak keruan. Tapi kau hanya kenakan mantel coklatmu dan sarung tangan bermotif rusa yang kau beli di Weihnachtmarkt tahun lalu. Padahal aku sudah bilang kalau motif itu tak pas untuk sarung tangan, tapi yah dirimu, sama sekali tak pernah menuruti kataku, dan selalu beranggapan motif itu motif lucu yang paling serasi.  Ah kau, selalu menganggap dirimu benar dan aku yang salah. huh.!


 Dan  sementara beberapa ratus meter jauh disana, ada yang berjalan bersama kekasihnya bergandengan tangan menuju ke arah kita, lalu duduk di kursi yang terletak beberapa meter di sebelahku. Sang lelaki berpakaian amat muda dan mencerminkan status sosialnya, dengan jaket denim dan celana jeans biru, serta sepatu kulit terbaru yang aku lihat di acara mode Milan Fashion Week / Autumn 2012. Yang perempuan, tampak manis dengan syal kain yang diatur sedemikian rupa menyerupai pashmina berwarna merah tua. Serasi dengan blazer dengan warna yang sama,  yang ia kenakan dan kacamata minus yang tipis. Sangat serasi.



"Mereka cantik dan serasi yah," katamu tiba tiba sambil berusaha mempertahankan senyummu sampai aku menoleh ke wajahmu.


 "Kita juga serasi," ucapmu lagi. Kali ini tanpa menolehkan wajahmu sama sekali. Kau tampak menekankan kalimat untuk menunjukan kita serasi. Padahal menurutku kita tak memiliki kesamaan selain warna hijau yang sama sama kita sukai.


"Apanya yang serasi dari kita ?"bantahku. Kamu jelas hanya ingin bercanda kali ini, pikirku lagi. "Lihat, kau selalu memakai jam tangan di tangan kiri, sementara aku selalu memakainya di tangan kanan. Buatmu caraku memakai jam tangan saja sudah melawan arus normal, jam tangan harus dikenakan di tangan kiri. Apanya yang serasi ?"



Kamu hanya tersenyum. Tapi kali ini lesung pipimu terlihat jelas.


"Terus terus, apalagi kakak ? " ucapmu sambil lagi lagi tersenyum yang jelas jelas menggodaku. Dasar,  kau selalu menggodaku tiap kali aku berbicara seperti ini.


"Terus, kau tak suka aku memakai kemeja yang hanya satu warna saja. Kau selalu menawarkanku membeli kemeja bergaris garis putih dengan model dan bentuk yang sama. Buatku ini bukti kalau kita tak serasi dan tak bisa serasi, iya bukan ?. Padahal menurutku kemeja satu warna bisa menunjukkan keseriusan, tapi menurutmu itu oldie dan tak menarik."


"Kau lebih suka Tschaikovsky dan Vivaldi, sementara aku lebih suka yang lebih klasik, Mozart dan Beethoven. Kau lebih suka menulis sambil berbicara sendiri, sementara aku yang membaca di sebelahmu selalu terganggu dengan caramu menghafalkan dan menuliskan dialog dalam ceritamu. Aneh, aneh sekali. Itu perilaku yang asing menurutku. Kamu suka menggambar dan mencoret coret buku kerjaku dengan peta dunia yang kau reka reka, padahal jelas itu salah dan tidak tepat, entah berapa nilai geografimu di sekolah menengah dulu, tapi itu jelas merusak tatanan buku yang sudah aku persiapkan dan pilah pilah lembarnya untuk menulis ini, ini, dan itu."



"Aku menyukai suara lembut James Blunt atau genre pop yang bisa meluluhkan hati ala Adele, sementara kau menyukai alunan bertalu talu Sigur Ros. Aku menyukai cerita yang lugas dan apa adanya seperti penjelasan para sejarahwan tentang Battle of Waterloo sementara kau menyukai cerita penuh fantasi dan mistisme nya JK Rowling. Sejauh ini pun kau tak mampu menjelaskan alasanmu, mengapa kita serasi, dan sejauh ini alasanku cukup masuk akal,mengapa kita tidak serasi."


Ada rasa membuncah dalam hatiku, bisa membuatmu terdiam seperti pidato Sutan Sjahrir di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa yang membungkam perwakilan Belanda, Amerika Serikat dan Australia, yang membuat perlunya pengakuan kedaulatan indonesia secara de facto dan de jure, 70 tahunan yang lalu.


Sementara kau hanya tersenyum menanggapi celotehanku. Hanya tersenyum, tapi tetap manis mengambang di wajah.Kalau kau terus tersenyum seperti ini, hati siapa yang tak luluh, batinku. Bahkan Savarus ini pun akan membeku jika kau tak menghentikan senyumanmu.



"Kata siapa kita tak serasi ?" ujarmu sambil memandang lurus ke riak riak air Savarus yang tertiup angin. Sementara aku memposisikan diriku pura pura tak terlalu serius mendengarkan jawabanmu.


"Kita satu visi dan cita cita. Kita mungkin bisa berbeda dalam banyak hal, dalam banyak bidang. Tapi pemikiranmu, pemikiranku, persetujuanmu, persetujuanku, selalu dapat ditarik kesimpulan yang pasti tentang serasinya kita. Kita menyukai hal yang berbeda, tapi kita saling memuji pilihan kita masing masing, bahkan saling mencari tahu kesukaan masing masing. Kau menyukai Mozart dan irama harmonis Beethoven, tapi sesekali kau curi curi dengar Vivaldi ku kan ? Kau menyukai materi materi Genetika tesis mu, dan aku yang banyak bertanya tentang ini dan itu, lalu kau mau belajar untuk menjawab pertanyaanku, dan aku terus bertanya lagi sampai kau tak berhenti belajar, membaca, bertanya ke Profesormu dan yang lainnya. Lalu apa ini bukan hal yang serasi ?" cecarnya. " Kau sungguh pemalas, selalu mencari cara termudah untuk menyelesaikan pekerjaanmu, dan menyisakan pekerjaan sulit untukku, supaya kau bisa diam diam tertawa lalu dengan tanpa aku suruh, kau membantuku, bukan ? Kau terbiasa berpikir terlalu logis, sampai mempertanyakan tentang awal munculnya kepercayaan, sementara aku hanya menganggap itu sebagai kepercayaan dalam nilai, tanpa perlu mempertanyakan aktivitas di dalamnya. Kau terlalu keras kepala berusaha membuatku mengalah padamu, sementara itu hanya akan berhasil jika kau bisa membuktikannya." 



Aku tak bisa menanggapi pernyataanmu barusan. Kuputuskan untuk mendengarkanmu lebih jauh.


"Bahkan, tak perlu kujelaskan panjang lebar. Dasarnya mengapa kita serasi adalah... " ucapmu, sengaja sekali kau tahan supaya aku penasaran.


"Apa ? " ucapku memburu.


"Kau mencintaiku bukan ?" tanyamu tegas.




Giessen, 14.01.2013



No comments:

Post a Comment