Monday, May 27, 2013

Pada Suatu Nama







Kita adalah dua kata dari cinta, yang pasti menuju satu,menjadi dua. 
Kita adalah awal dari kami, menjadi mereka. 
Dari era menjadi waktu, jiwa kita mengerti, cinta kita bukan untuk sekali lalu mati begitu saja.
Bila kau memang merindukanku, mengapa tak menanti dan menunggu saatnya tiba ? 


Adalah bulan bulan esok, yang mengajariku arti mengeja namamu. 
Ma, satu dalam birama, menjadi kata terbaik yang bisa diucap dua bibir, didengar dua telinga. 
Izinkan diriku mengucap dua rima, meski kita sudah terlalu lama menjadi abu dari perjalanan masa. 


Adalah tiap daun daun gugur membeku terucap namamu,
Rima kita mengadu dalam cinta, pujangga bersyair dan aku menimpalinya dengan kata
Meski ini adalah akhir dari cerita tentangmu, kita tak pernah tahu, apa yang ada dalam hati mereka dan mengapa kita hanya diam saja. 
Lautan membiru, sejauh harapan kita menjadi satu.


Jika jarak diantara mata kita hanya sejengkal, lantas mengapa kau teguhkan hatimu ke angkasa kekal dan aku kesulitan mencarinya. 
Jejak rasaku ada di sanubari, entah mengapa kau masih mencarinya dalam imaji. Bila kalbu ini meleleh seperti salju, maka dirimu menjadi saksi mengapa rindu ini mati di penghujung musim lalu. 
Dua hati kita, adalah jiwa yang mati karena cinta, dan mabuk karena kerinduan antara keduanya. 


Pada suatu nama, Ma, tutup saja hatimu rapat rapat dan acuhkan siapapun  yang mencoba membukanya. Anggap sudah terkunci menjadi pusara dan dilupakan, lalu kita merebakan bahu di rerumputan, memandangi bintang dan beradu cepat menutup petang. Bukankan kau selalu menunggu malam ? 


Pada suatu na, aku percaya tentangmu, ma.
Pada suatu ma, aku percaya tentangmu, na.
Pada suatu nama, aku percaya kita, selamanya.