Tafakur katamu. Sudah berlalu bersama terbangnya kolibri kembali ke hutan maple nan semi. Sekarang saatnya kita menjejak masa depan yang penuh misteri. Sudah selesai ? belum. Mari kita bicarakan belenggu belenggu yang mengikat kaki kita hingga tak bisa dipisah dengan mudah. Putuskan, atau kita akan tertinggal kapal terakhir menuju dermaga impian.
Tafakur katamu. Masih kuingat dan akan selalu kuingat hingga senja, hingga cerita ini berakhir tanpa kesan begitu saja. Aku masih berdoa tiap september akan menjadi bulan paling indah dalam setahun. Apakah doa kita masih sama ? Apakah kau masih menengadahkan tanganmu dengan tinggi yang sama ?
Tafakur katamu. Kita punya kisah yang sama, tapi dengan pemeran yang berbeda. Punyaku tak berhenti di setiap stasiun kereta api lalu menangis tersedu. Punyamu tak suka memetik cattleya atau menebar biji teratai di halaman rumah.
Tafakur katamu. Aku sudah menghitung detik menjadi tahun dan menjumlahkannya menjadi penanggalan kisah, ada namaku di dalamnya. Teratai sudah gugur dan hanyut terbawa arus sungai. Entah kapan akan tumbuh dan mekar lagi.
Tafakur katamu. Apakah masih ada yang tersisa hingga tak bisa dihabiskan lalu terlupakan ?. Mata mata sipit senja dan tangan tangan kekar tak henti hentinya mengejar dan mengarahkan kita ke tempat yang sama. Aku sudah berlari, tapi nafasku sudah habis dan tak bisa bergerak kemana mana lagi.
Tafakur katamu. Jejak kakiku masih nampak. Cat tembok rumah masih sama dengan warna kesukaan kita. Aku masih ingin menyelesaikannya. Kuwarnai dengan warna kesukaanmu, atau kusudahi dnegan warna kesukaanku. Pelangi akan segera muncul. Sudah saatnya aku bergegas dan menunggu hujan turun seperti dahulu, lagi.
Tafakur katamu. Akan aku selesaikan, sesuai permintaanmu.
Giessen, den 3. September 2012
No comments:
Post a Comment